Bersediakah aku “menikah” denganku?

Aku cukup terheran-heran mendengar pertanyaan di atas ketika membaca buku “Satu Tiket ke Surga”, karya Zabrina E. Bakar. Rasanya, pertanyaan ini yang terlebih dulu harus aku jawab sebelum aku menyampaikan pertanyaan lain : “bersediakah kau menikah denganku?”.

Dan kalau pertanyaan itu aku lontarkan ke diriku sendiri, jawaban yang akan keluar adalah : “Mungkin”, atau “Akan kupikir-pikir dulu”. Mengapa? Karena aku tau siapa yang akan aku “nikahi”, diriku sendiri, yang aku tau segala kekurangannya, yang aku tau segala kebiasaan buruknya.

Benar tampaknya Sis Zabrina mengatakan bahwa ini adalah salah satu terapi transformasi diri yang cukup efektif. Karena kemudian aku merasa perlu mengubah jawaban dari “Mungkin” menjadi “Iya”. Bagaimana caranya? Tentulah dengan memperbaiki diri ini sehingga aku yakin bahwa aku akan “menikah” dengan pribadi yang memang aku harapkan.

Sekarang, aku persilakan kawan-kawan untuk menjawab pertanyaan itu, dalam hati saja, bersediakah kau menikah denganmu? .. :)