Pertanyaan Tentang Cinta

Apakah cinta
selalu menyediakan airmata?

Apakah cinta
selalu menyediakan harapan?

rindu yang berdenyut di nadi
rela dan maaf di sanubari,
uluran tangan tanpa pamrih
kurasa itu cinta

dan ketika kau memutuskan
untuk memeluk Tuhan
di sepanjang jalan berliku
kurasa itu paling cinta

Abdurrahman Faiz, 2003

Seperti dua sisi mata uang, cinta menyediakan harapan, sekaligus air mata,
menawarkan keindahan, juga terselip penderitaan. Tapi itu cinta pada makhluk, yang air matanya adalah air mata kesedihan, yang harapannya sangat boleh jadi berujung kekecewaan, dan yang penderitaannya akan menyakitkan.

Lalu, cinta yang bermuara, berawal dan berakhir pada Tuhan, sesungguhnya juga menyediakan harapan & air mata, tapi air matanya adalah air mata kebahagiaan, karena Tuhan itu Maha Menentramkan, Beliau menjanjikan kedamaian bagi hambaNya yang ikhlas menangis dihadapanNya.
Pun, jika berharap hanya padaNya, harapan itu tak akan pernah dikecewakan, karena Tuhan tak pernah ingkar janji.

Kemudian, bagaimana sebaiknya meletakkan cinta pada makhluk, sehingga ketika cinta tak berbalas, kita masih bisa tersenyum, ketika harapan dipatahkan, tetap air mata bahagia yang mengalir?

Mungkin kita bisa mencontoh Sayyidina ‘Ali, sebagaimana dituturkan oleh ustadz Salim A Fillah dalam blognya :

Ketika beliau mendengar Abu Bakar, seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat dengan Baginda Nabi, melamar Fathimah, Sayyidina ‘Ali berkata “Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. ’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.

’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha. Mencintai tak berarti harus memiliki. Mencintai berarti pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang kita cintai. Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.

Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian. Dan bagi pencinta sejati, selalu ada yang manis dalam mencecap keduanya.

* Judul diambil dari puisi ‘Pertanyaan Tentang Cinta‘ – Abdurrahman Faiz (http://masfaiz.multiply.com)