Life List

Sudah cukup umum, bahwa tiap pergantian tahun sering dijadikan moment yang dianggap tepat untuk melakukan evaluasi, sekaligus perencanaan-perencanaan. Begitu pula dengan tahun ini. Sedikit demi sedikit saya susun rencana, target, mimpi, dan cita-cita yang ingin dicapai.

Saya sendiri menemui banyak contoh di mana mimpi-mimpi yang kita tuliskan itu bisa memberikan kekuatan tersendiri bagi kita untuk mewujudkannya. Terbukti bagaimana mimpi-mimpi John Goddard, yang dia tulis ketika berusia 15 tahun, satu demi satu tercapai. Atau bagaimana seorang mahasiswa IPB menuliskan dan menjejakkan impian-impiannya sejak awal kuliah. Kita juga sudah menyaksikan Arai & Ikal menemui mimpinya, begitu pula dengan Alif Fikri beserta para sahibul menara melukiskan mimpinya setinggi langit lalu berhasil menjemputnya.

Dan sungguh, menuliskan mimpi-mimpi itu seperti menuliskan doa-doa, karena di sana akan terselip harapan agar Tuhan memudahkan mimpi-mimpi itu terwujud.

Life-list & Scrum-board

Mencontoh life-list-nya John Goddard, life-list saya bagi ke dalam kategori-kategori besar yang ingin saya capai, mulai dari kategori ‘self-competence’ (kompetensi pribadi yang ingin dibangun), kategori ‘finansial’ (capaian keuangan/materi), kategori ‘visit’ (tempat-tempat yang ingin dikunjungi), sampai kategori ’emosional/spiritual’ (capaian secara ruhani). Kategori-kategori ini tentu berbeda-beda untuk tiap orang, tergantung bagaimana ia memetakan rencana-rencananya.

Kategori-kategori tersebut merupakan kategori-kategori besar dalam jangka panjang (long term vision). Dari long-term vision tersebut, dapat di-break-down lagi menjadi target-target harian, bulanan, atau satu tahunan (mid/short term vision), sekaligus mengurutkan berdasar skala prioritas : dari yang paling penting & mendesak sampai ke yang tidak penting & tidak mendesak, dari rencana membaca buku, cuci-setrika baju, sampai posting entry di blog :) Saya baru mencobanya beberapa hari ini, dan alhamdulillah, relatif terasa lebih mudah mencapainya.

Dalam dunia software development pun ternyata menerapkan cara yang serupa, salah satunya adalah metode Scrum-Sprint : membagi tugas-tugas ke dalam siklus kerja yang iterative sesuai target yang disepakati dalam sprint meeting. Sprint meeting sendiri umumnya dilakukan tiap satu atau dua mingguan, bergantung pada product-backlog yang akan di-deliver. Dan pada tiap sprint meeting akan dievaluasi sejauh mana dan seberapa baik project di-deliver ke product-owner.

Evaluasi juga dilakukan setiap hari melalui scrum meeting, dan tiap anggota tim akan melaporkan setidaknya 3 hal : apa yang sudah dilakukan di hari sebelumnya, apa rencana kerja hari ini, dan kesulitan-kesulitan yang ditemui. Selain itu juga aktivitas tersebut ‘direkam’ di scrum-board yang berisi daftar To-Do (yang harus dilakukan), Doing (yang sedang dilakukan), Done (yang sudah selesai dikerjakan), dan Tested (yang sudah diuji oleh tim Quality Assurance). Ini sudah diterapkan di kantor saya, dan sejauh ini terbukti efektif untuk men-deliver project sesuai deadline.

Demikian, selamat menuliskan mimpi (dan mewujudkannya), semoga bermanfaat. :)