Dalam Al Hikam, Ibn ‘Athaillah As Sakandari mengisahkan sebuah doa yang diijabah Allah; tetapi sang pendoa yang justru tak siap akannya. Seorang ahli ‘ibadah berdoa memohon pada Allah agar dikaruniai 2 potong roti tiap hari tanpa harus bekerja, sehingga dengannya, dia dapat dengan tekun beribadah kepada Allah. Dalam bayangannya, jika tak berpayah kerja mengejar dunia, ibadahnya kan lebih terjaga.
Maka Allah pun mengabulkan doa-nya. Dengan cara yang tak terduga. Tiba-tiba dia ditimpa fitnah dahsyat yang membuatnya harus dipenjara. Allah takdirkan bahwa di penjara dia diransum 2 potong roti; 1 di pagi, 1 di petang. Tanpa bekerja. Diapun luang lapang beribadah. Tapi apa yang dilakukan sang ‘abid? Dia sibuk meratapi nasibnya yang terasa nestapa. Masuk penjara begitu menyakitkan penuh duka. Dia tak sadar, bahwa masuk penjara adalah bagian dari terkabulnya doa yang dipanjatkan sepenuh hati. Rasa nestapa menutup keinsyafannya.
Apa pelajaran yang kita ambil dari kisah doa sang ‘Abid ini? WaLlaahu a’lam bish shawaab.
Pertama : hati-hatilah dalam berdoa meminta. Sungguh boleh meminta apapun, memohon serinci bagaimanapun, dengan ucapan bahasa terserah kita. Tapi doa yang baik tetap ada adabnya. Di antara doa terbaik telah Allah ajarkan dengan firmanNya, atau tersebut dalam kisah tentang hambaNya yang shalih dalam Al Quran. Doa terbaik juga telah diajarkan oleh Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam melalui sabdanya, atau melalui apa yang terkisah dalam perjalanan hidupnya nan mulia. Maka berdoa dengan apa yang telah mereka tuntunkan adalah lebih utama, mengungguli segala bentuk doa apapun selainnya.
Pelajaran kedua; Allah lebih tahu dibanding kita tentang apa yang terbaik bagi kita. Maka mintalah yang terbaik dari Allah. Setiap pengabulan doa selalu diikuti konsekuensinya. Maka jika kita meminta yang terbaik, semoga Allah bimbing juga tuk menghadapinya. Dan karena pengabulan doa diikuti konsekuensi; meminta ‘hasil’ biasanya melahirkan kebuntuan; tapi meminta ‘sarana’ membuka jalan baru. Berdoa minta karunia yang hiasi jiwa; keimanan, kesabaran berlipat, kemampuan bersyukur dll; lebih indah daripada meminta benda-benda. Dan kitapun ingat; sebab Allah Maha Tahu; doa bukanlah cara memberitahuNya akan apa yang kita butuhkan. Doa itu bincang mesra padaNya. Maka teruslah berbincang mesra; hingga bukan hanya isi doanya, melainkan berdoa itu sendirilah yang menjadi kebutuhan deru jiwa kita.
Pelajaran lain (ketiga) dari kisah doa si ‘Abid; seringkali banyak pinta kita telah dikabulNya, tapi kita terhijab darinya. Hijab itu tersebab masih adanya prasangka buruk pada Allah, kurangnya syukur, & ketidaktepatan doa yang lahirkan ketaksiapan hadapi paket pengabulannya.
Selamat berdoa ya Shalih(in+at), doa dengan sebaik-baik adab, seindah-indah pinta, semesra-mesra suasana, setunduk-tunduk jiwa
* Kumpulan tweet Ustadz Salim A Fillah (@salimafillah) tentang #doa (dengan beberapa penyesuaian).
Link terkait :